Selasa, 16 Juni 2009

ORDE LAMA sejarah taktik dan strategi

Pada era orde lama atau tepatnya pada era sebelum pemilihan umum pertama ditahun 1955, pada umumnya masyarakat Jawa dapat dianggap terdiri atas 3 kelompok masyarakat yaitu Santri, Abangan dan Priyayi.
Kelompok Santri adalah kelompok masyarakat pesantren dan kelompok masyarakat lainnya yang taat beragama . Kelompok Abangan adalah kelompok sebaliknya,

yaitu mereka yang umumnya terdiri atas buruh, tani dan pedagang yang kurang/ tidak taat beragama, sementara kelompok Priyayi adalah kelompok pelajar / cendekiawan dan pegawai /karyawan terdidik. Pengelompokan ini juga sekaligus merupakan segmen pasar bagi partai partai politik yang memiliki aliansi sejenis. Adalah wajar bila partai partai bernafaskan agama seperti Masjumi dan NU lebih terkonsentrasi melakukan rekruitmen pada kelompok santri, sedangkan Partai berhaluan Nasionalis dan Sosialis lebih berkonsentrasi kepada kelompok abangan dan priyayi. Hasil Pemilu th 1955 menempatkan 4 partai besar yaitu Masyumi 60 kursi, PNI 60 kursi, NU 45 kursi dan PKI 35 kursi jauh meninggalkan partai partai lainnya. Tidaklah mengherankan bila Masyumi dan NU dapat mendulang suara yang besar, mengingat masyarakat beragama Islam merupakan mayoritas di negeri ini. Begitu pula dengan PNI yang merupakan partai pemerintah yang dipimpin oleh presiden Sukarno yang kharismatik. Yang mengejutkan dari hasil pemilu th.1955 adalah Partai Komunis Indonesia / PKI yang dikenal Atheis ternyata mampu merebut posisi ke 4 , menyisihkan Partai Sosialis Indonesia yang pada waktu itu terkenal militan dan banyak merekrut kaum cendekiawan terpandang.

Kekeliruan PSI justru terletak pada taktik strategi yang terlampau berkonsentrasi kepada kaum priyayi yang pada masa itu bersikap feodal, ekslusif dan kurang merakyat. Sekalipun PSI telah menjalankan apa yang dikenal sekarang sebagai sistem marketing horizontal , namun bentang sayapnya hanya disekitar keluarga kaum intelektual . Sementara PKI yang melakukan positioning kepada kaum buruh di kota dan petani dipedesaan, memiliki segmen pasar yang jauh lebih luas. PKI berhubungan erat dan mendapat bantuan logistik dan supervisi dari komunitas komunis internasional, sehingga mereka mampu menerapkan strategi militer didalam penerapan taktik dan strategi politiknya. Dilihat dari sudut marketing masing masing partai memang sudah melakukan positioning dimana PNI lebih banyak menggarap kaum birokrat dan mahasiswa, NU menggarap pondok pesantren dan rakyat pedesaan , Masyumi menggarap kelompok Islam baik dikota maupun dipedesaan dan birokrat serta menggunakan Muhamadiyah sebagai basis pergerakan politik. Paska Pemilu 1955 menunjukan bahwa dipedesaan PKI bahkan mampu merekrut mereka yang sehari hari dikenal cukup alim. Di perkotaan PKI juga tidak hanya menggarap kaum buruh, melainkan juga mahasiswa dan kalangan pemuda lainnya.

Terompet PKI Harian Rakyat berperan besar dalam menarik simpati masyarakat, oleh karena pemberitaannya yang selalu berpihak pada rakyat jelata yang lemah. Hampir semua partai besar pada waktu itu memiliki media cetak dan Organisasi Masa /onderbouw yang militan. Bahkan hampir semua partai besar memiliki kepanduan tersendiri. ( Pandu waktu itu sama dengan pramuka pada saat sekarang )

Dari hasil rekonstruksi pengadilan pemberontakan G30S kita dapat menyimpulkan bahwa PKI telah menerapkan strategi yang jauh lebih unggul dari partai partai politik lainnya dan telah memanfaat kan apa yang kita kenal saat ini sebagai strategi militer Suntzu dan Machiavelis. PKI ternyata telah mampu membentuk agen rahasia yang menyelusup tidak saja dikalangan partai lawannya, melainkan juga kedalam lingkungan Birokrat dan ABRI . PKI mampu merekrut Perwira Menengah dan Perwira tinggi dan bahkan suatu pasukan lengkap , seperti pasukan pengawal presiden Chakra Bhairawa .

Satu satunya kelemahan PKI yang menyebabkan PKI tidak mampu memenangkan Pemilu adalah filosofi komunis itu sendiri yang bersifat Atheis. Karl Marx yang menjadi “Nabi” kalangan sosialis /komunis itu justru terkenal dengan pandangannya yang menuduh Agama sebagai candu masyarakat.

Issue inilah yang selalu dilontarkan lawan PKI dan memang sangat efektif . Masyarakat Indonesia pada dasarnya merupakan masyarakat yang religius , terutama yang menyatakan dirinya beragama Islam, sekalipun diantara mereka yang dikatakan sebagai kaum abangan / preman , tidak melakukan sholat dan tidak berpuasa dibulan ramadhan , apa bila mereka dikatakan tidak beragama , jelas akan marah dan merasa sangat tersinggung. Hal inilah yang tidak dipahami PKI , sekalipun disegala bidang mereka unggul, baik dari segi militansi para kadernya, begitu pula taktik dan strategi maupun dana dan logistik yang mendapat dukungan dari komunitas komunis internasional.

Apabila Partai partai lainnya masih menjalankan etika berpolitik , relatif patuh dengan rule of the game / peraturan perundangan yang berlaku, maka PKI dengan strategi machiavelis justru menghalalkan segala cara. Melalui terompetnya Harian Rakyat , PKI melakukan distorsi informasi / disinformasi dan melontarkan issue issue diberbagai bidang yang ditujukan untuk menghancurkan lawan lawannya. Character assasination terhadap Buya Hamka yang dituduh sebagai plagiator merupakan salah satu contoh saja . Apa bila partai partai politik lain beranggapan dengan berakhirnya pemilu perang telah usai, maka tidak demikian halnya dengan PKI. Perdebatan sengit Lembaga Konstituante ( MPR pada waktu itu ) didalam menetapkan Undang Undang Dasar Negara telah dimanfaatkan oleh PKI untuk mendekatkan diri kepada presiden Sukarno, dengan melakukan aliansi bersama PNI, partai pemerintah pada saat itu.

Dwitunggal Sukarno & Hatta pada dasarnya berpandangan sama dalam hal Falsafah dasar negara , namun berbeda pendapat dalam hal pemahaman tentang demokrasi . Sukarno menginginkan UUD '45 dihidupkan kembali, sehingga peran presiden bisa lebih dominan., sementara Hatta beranggapan segala sesuatu hendaknya dibiarkan mengalir sesuai proses demokrasi itu sendiri. Hatta merasa gerah dengan pandangan Soekarno tentang demokrasi terpimpin yang cenderung mengarah kepada pemerintahan otoriter.

Sementara itu di Luar Negri posisi Indonesia semakin diperhitungkan , sebab bersama dengan India dan Mesir telah merintis pelaksanaan Konfrensi Asia Afrika di Bandung yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa bangsa diseluruh permukaan bumi dan dibelahan benua Asia dan Afrika pada khususnya. Seusai konprensi Asia Afrika, melihat pandangan Soekarno semakin bergeser kekiri , Hatta secara elegan menyatakan pengunduran diri sebagai wakil presiden dan mempersilahkan Soekarno menjalankan konsep yang diyakininya.

Pada awalnya Soekarno masih mengikuti pandangan Hatta dan memperjuangkan konsep konsepnya melalui alur demokrasi , namun setelah melihat perdebatan lembaga Konstituante selama lebih dari 2 tahun tetap mengalami jalan buntu , maka pada tanggal 5 juli 1959 , Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden tentang pembubaran Lembaga Konstituante untuk kembali ke UUD '45 . Untuk menggantikan Lembaga konstituante, dibentuk lembaga baru yang disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR . Oleh karena lembaga ini masih bersifat sementara menjelang dilaksanakannya pemilihan umum, lembaga ini sering disebut sebagai MPRS.

Partai Masyumi dan PSI yang menentang keras dekrit dinyatakan Soekarno sebagai partai terlarang dan dibubarkan. Tokoh tokoh partainya ditangkap dan menjadi tahanan politik.

Sesuai dengan prediksi Hatta, Soekarno paska dekrit 5 juli telah berubah menjadi seorang diktator. Melalui manifesto politik USDEK , Soekarno pada hakekatnya telah menjadikan Indonesia menjadi negara sosialis,walaupun ditambah dengan embel embel a'la Indonesia, untuk membedakannya dari negara komunis yang juga menamakan dirinya sebagai negara sosialis.

Posisi Soekarno sebagai seorang diktator semakin jelas, setelah melalui sidang MPRS , Soekarno diangkat sebagai presiden seumur hidup.

Pamor Indonesia semakin menjulang setelah Indonesia ikut membentuk kelompok Non Blok, yaitu Kelompok Negara Negara yang bersikap netral dan tidak berpihak baik terhadap blok Barat ( Amerika serikat & Eropah ) maupun blok Timur ( Unisoviet dan sekutunya ).

Sekalipun menyatakan dirinya tidak memihak, negara negara non blok umumnya memiliki sejarah yang tidak menyenangkan dengan negara penjajahnya. Mengingat pada umumnya negara negara eropa seperti Inggris,Belanda , Perancis, Portugis, Italia dan Spanyol bergabung dengan Blok Barat, maka secara alamiah Negara negara non blok memiliki kedekatan dengan Blok Timur, oleh karena memiliki “musuh” bersama yaitu imperialisme barat.

Unisovyet sebagai pimpinan Blok timur tidak mensia-siakan peluang ini dan berupaya meraih simpati negara negara nonblok, salah satu cara yaitu dengan memberikan bantuan peralatan militer. Upaya serupa juga dilakukan Blok Barat , walaupun biasanya lebih terarah pada bantuan ekonomi.

Terhadap Indonesia , Blok barat dan khususnya Amerika serikat telah melakukan suatu kesalahan yang cukup fatal , yaitu dalam upaya menjatuhkan Presiden Sukarno , pernah memberikan bantuan peralatan militer kepada kelompok pemberontakan PRRI / Permesta. Hal inilah yang menyebabkan Sukarno bergeser lebih mendekat ke blok komunis.

Bentuk penjajahan dibidang ekonomi melalui penguasaan teknologi dan penentuan harga pasar secara sepihak ( sering kali dikamuflase sebagai mekanisme pasar ) sebagaimana sekarang kita alami, tampaknya sangat dipahami Sukarno. Itu sebabnya Sukarno telah mendeklarasikan konsep Berdikari , suatu konsep yang diilhami oleh konsep Swadeshi dari Mahatma Gandhi.

Sayangnya di Indonesia, konsep ini tidak disertai upaya untuk merebut tehnologi Barat, sebagaimana yang dilakukan Jepang di era Meiji atau India pada masa kini. Juga bangsa kita tidak disiapkan untuk mencintai produk bangsa sendiri. Sukarno hanya mengandalkan kepada kebijakan politik nasionalisasi Aset para investor asing ! Sehingga sekalipun tidak diumumkan, telah terjadi blokade ekonomi terhadap Indonesia , yang pada hakekatnya sudah menjalankan kebijakan ekonomi tertutup. Hal inilah yang menyebabkan hyperinflasi dan perekonomian Indonesia menjadi morat marit di era Sukarno.

Dalam keadaan tertekan seperti ini Unisovyet bagaikan bintang penolong yang memberikan angin segar sekalipun baru dalam bentuk bantuan peralatan militer. Namun bantuan militer besar besaran terhadap Indonesia pada saat itu menyebabkan secara militer boleh dikatakan Indonesia telah menjadi negara terkuat di Asia tenggara.

Dengan posisi politik dan militer yang sedemikian kuat, Indonesia melakukan tekanan baik secara diplomasi maupun militer terhadap Belanda, sehingga mau tidak mau Belanda melalui PBB terpaksa harus menyerahkan Irian Barat.

Langkah politik internasional Indonesia setelah berhasil merebut kembali Irian Barat dikenal sebagai Dwikora atau 2 komando Rakyat atau konfrontasi terhadap Malaysia yang pada saat itu dianggap Sukarno sebagai pemerintahan boneka Inggris.

Berbeda dengan Indonesia, Kemerdekaan Malaysia berlangsung secara damai dan Malaysia bergabung didalam ikatan Commonwealth bersama dengan Australia, India dan negara negara bekas jajahan Inggris lainnya. Dengan demikian sebenarnya wajar saja bila Malaysia bergabung dengan Block Barat dalam ikatan regional yang pada waktu itu dikenal sebagai SEATO. Perjanjian keamanan yang paralel dengan NATO di Eropa itu anggauta anggautanya selain Malaysia, juga termasuk Pilipina , Australia dan diperkuat oleh Armada ke VII Amerika Serikat.

Sukarno boleh jadi seorang orator dan superstar politik kelas dunia yang hingga saat ini tak ada bandingnya di Indonesia, tetapi nampaknya Sukarno sangat gegabah dalam menjalankan strategi politiknya. Sukarno yang terobsesi dengan Revolusi tak berujung tampaknya telah terperangkap oleh strategi PKI. Ucapan ucapan Sukarno tentang adanya poros Pyongyang – Peking – Hanoi dan Jakarta merupakan salah satu bukti yang tak terbantahkan. Indonesia yang ikut merintis kelompok Non Blok secara bertahap terseret arus untuk melanggar prinsip prinsip Non Blok itu sendiri.

Dengan dicanangkannya Dwikora , Indonesia tidak sekedar berhadapan dengan Malaysia , melainkan juga dengan seluruh negara tetangga diselingkar Nusantara. Memang Blok timur, dalam hal ini Cina dan Unisovyet tidak akan membiarkan Indonesia bertarung sendiri dan ini berarti bila SEATO bertindak akan terjadi Perang Dunia ke III ! Soekarno telah memperkirakan selama Indonesia tidak melakukan serangan frontal terhadap Malaysia , SEATO akan menahan diri dan akan terjadi suatu Dead Lock . Sehingga strategi militer pada saat itu ABRI tidak dipersiapkan untuk melakukan serangan frontal , yang dilakukan hanyalah konfrontasi militer yang disertai infiltrasi sukarelawan.

Yang diharapkan Sukarno pada saat itu, pemberontak komunis Malaka akan bisa bekerja sama dan Malaysia dijatuhkan dari dalam. Sebagaimana kita ketahui, hal ini tidak pernah terjadi. Partai komunis di malaysia tidak memiliki kekuatan sama sekali dan bahkan banyak sukarelawan Indonesia yang tertangkap. Sekalipun kebanyakan tentara sukarelawan itu sebenarnya tentara reguler, namun secara resmi negara tidak akan pernah mengakuinya.

Sementara itu didalam negri PKI berusaha membujuk Sukarno agar dibentuk Angkatan ke V yaitu milisi atau rakyat / sukarelawan yang terlatih dan dipersenjatai agar Indonesia lebih siap mensukseskan Dwikora. Untuk itu PKI telah mempersiapkan Onderbouw / Organisasi masa Pemuda Rakyat dan Gerwani untuk menampung program itu. Usul PKI ini ditolak mentah mentah oleh Angkatan Darat. Sejak saat itu pertentangan antara PKI dan Angkatan Darat semakin tajam. Untuk mengetahui gerak gerik Angkatan Darat , PKI berupaya merekrut perwira perwira Angkatan Darat , terutama perwira pemegang komando pasukan dan perwira yang berkedudukan di bagian I, istilah jabatan di Angkatan darat pada saat itu yang sama dengan Kabag Intel pada saat sekarang. Harta dan wanita , bila perlu disiapkan untuk merekrut orang orang yang mereka inginkan.

Adanya temuan dokumen tentang Dewan Jendral yang berhubungan dengan blok barat atau lebih dikenal sebagai dokumen Gillchertz diperkirakan merupakan salah satu manuver disinformasi yang dilancarkan PKI sebagai prolog gerakan G30S .

Berbeda dengan langkah strategis sebelumnya , operasi G30S PKI dilakukan secara tergesa gesa. PKI melakukan banyak salah perhitungan. sekalipun katakanlah dokumen Gilcherts itu benar adanya, TNI pada saat itu tidak mungkin melakukan coup d'tat , loyalitas ABRI terhadap Presidennya masih sangat kuat. PKI sama sekali tidak memikirkan contingency plan, sasaran pembunuhan yang diarahkan kepada Perwira tinggi Angkatan Darat juga tidak tepat. Pembunuhan Panglima Angkatan Darat tidak akan melumpuhkan Angkatan Darat, sebab Komando pasukan yang siap tempur justru berada ditangan Pangdam Jaya dan Kostrad yang menguasai pasukan elite angkatan darat.

Sebenarnya cukup mengherankan bila Soeharto bisa luput dari perhatian PKI, pada hal Soeharto, selain panglima Kostrad , juga menjabat Panglima Mandala , Komando tempur tentara gabungan ABRI baik pada era Trikora maupun Dwikora pada saat itu.

Ada kemungkinan Soeharto terselamatkan oleh karena PKI menganggap Soeharto sebagai Jendral yang berada “dipihaknya” mengingat tidak sedikit bawahan Soeharto seperti 2 batalion pasukan raiders yang saat itu berada di senayan dan terutama sekali kolonel Latif yang sering bertandang ke rumah Jendral Soeharto terlibat PKI.

Sikap Soeharto yang “membiarkan” bekas anak buahnya direkrut PKI ditengah suasana Angkatan Darat yang Anti PKI , memang mencengangkan, akan tetapi mungkin inilah kelebihan Soeharto, sebab dari Latif secara tidak langsung Soeharto mengenal banyak taktik strategi PKI.

Hal lain yang menyebabkan Soeharto luput dari perhatian adalah pembawaannya yang ramah dan rendah hati serta jauh dari liputan media.

Soeharto memang seorang tokoh ahli strategi yang langka, yang memang sangat tepat untuk memimpin Indonesia membawakan perubahan yang mendasar.

Sebagai seorang milter, Soeharto tahu betul bahwa setiap perajurit telah dilatih untuk setia dan patuh kepada atasannya. Apa bila sekelompok serdadu ( pasukan Chakra Bhirawa )telah berani membunuh pimpinan Angkatan Darat , maka perintah itu logikanya bersumber dari atasan yang lebih tinggi pangkatnya dari pimpinan Angkatan Darat dan itu berarti Panglima tertinggi ABRI, Presiden Republik Indonesia ! Kemungkinan lain adalah Kolonel Untung pencetus G30S telah menggunakan nama Presiden Soekarno. Kemungkinan ke 3 PKI merancang operasi ini dengan sepengetahuan Soekarno, Namun keberadaan Soekarno di Halim Perdana Kusumah dipagi hari setelah kejadian pembunuhan para jendral juga sangat mencurigakan !

Saat itu Soeharto yang sejatinya seorang loyalis berada disimpang jalan , Arus deras keinginan masyarakat Pasca G30S yang tercermin didalam berbagai pemberitaan massmedia dan demonstrasi berbagai lapisan masyarakat untuk membubarkan PKI serta menghukum para pelaku gerakan G30S justru mendapat tentangan dari Presiden Soekarno

Sebaliknya keengganan Soekarno, ( terlepas dari terlibat atau tidak dengan peristiwa G30S) untuk membubarkan PKI juga dapat dimengerti , mengingat saat itu Indonesia bersahabat baik dengan negara negara blok timur /komunis, bahkan militer Indonesia menjadi sangat kuat justru karena mendapat bantuan militer besar besaran dari Unisovyet . Akan tetapi yang sangat menyakitkan hati Soeharto adalah sikap presiden Soekarno yang menganggap enteng jatuh korbannya para Jendral angkatan Darat dan dianggap sebagai hal yang biasa saja dalam dinamika suatu revolusi.

Titik balik seorang Soeharto yang loyalis menjadi pragmatis tampaknya bermula dari hal hal terakhir ini. Soeharto mulai saat itu memilih berpihak kepada rakyat dan sejak itu berbagai taktik strategi dijalankan untuk perebutan kekuasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar